Muhri tidak menyangkal, keberadaan para honorer tersebut akan menyedot anggaran yang cukup besar. Akan tetapi jika menyebut keberadaan mereka sampai membebani APBD maka hal tersebut kurang tepat.
\"Harusnya Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang dipacu untuk dapat meningkatkan pendapatan. Lah, kalau langkah yang diambil justru menghapus 4.800 honorer tentu hal ini menunjukkan bahwa beliau sebagai seorang pemimpin tidak mampu menstimulus OPD untuk meningkatkan potensi pendapatan daerah,\" ujarnya.
Hal yang perlu diingat kata Muhri, bahwa keberadaan para tenaga honorer tersebut sudah diatur dalam undang-undang. Dengan demikian, alasan pembengkakan anggaran dengan tumpang-tindihnya pekerjaan ASN dengan honorer merupakan hal yang juga tidak masuk akal.
\"Harusnya kalau Gubernur mau, ditanya juga itu calon kepala dinas apa yang akan mereka lakukan untuk membina ASN dan honorer di dinasnya. Jangan-jangan itu tidak ada ditanyakan kepada mereka,\" ungkapnya.
Kembali pada soal alasan membebani anggaran, Muhri menilai hal ini juga bisa dicari solusi dengan membedah setiap rencana pengadaan-pengadaan di lingkungan Pemprovsu. Menurutnya, selama ini kerap terjadi pembengkakan dana akibat pengadaan barang yang harganya selalu lebih tinggi dibanding harga di pasar.
\"Lima tahun saya menjadi anggota dewan dan ikut dalam badan anggaran bisa terlihat disitu. Pulpen yang harganya dipasaran Rp 1000 bisa harga yang dianggarkan beberapa kali lipat. Yang begini-begini ada nggak mendapat perhatian dari Gubernur?. Jadi maksud saya banyak solusi yang dapat dilakukan selain dari menghapus keberadaan para honorer,\" demikian kata Politisi muda Partai Demokrat ini." itemprop="description"/>
Muhri tidak menyangkal, keberadaan para honorer tersebut akan menyedot anggaran yang cukup besar. Akan tetapi jika menyebut keberadaan mereka sampai membebani APBD maka hal tersebut kurang tepat.
\"Harusnya Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang dipacu untuk dapat meningkatkan pendapatan. Lah, kalau langkah yang diambil justru menghapus 4.800 honorer tentu hal ini menunjukkan bahwa beliau sebagai seorang pemimpin tidak mampu menstimulus OPD untuk meningkatkan potensi pendapatan daerah,\" ujarnya.
Hal yang perlu diingat kata Muhri, bahwa keberadaan para tenaga honorer tersebut sudah diatur dalam undang-undang. Dengan demikian, alasan pembengkakan anggaran dengan tumpang-tindihnya pekerjaan ASN dengan honorer merupakan hal yang juga tidak masuk akal.
\"Harusnya kalau Gubernur mau, ditanya juga itu calon kepala dinas apa yang akan mereka lakukan untuk membina ASN dan honorer di dinasnya. Jangan-jangan itu tidak ada ditanyakan kepada mereka,\" ungkapnya.
Kembali pada soal alasan membebani anggaran, Muhri menilai hal ini juga bisa dicari solusi dengan membedah setiap rencana pengadaan-pengadaan di lingkungan Pemprovsu. Menurutnya, selama ini kerap terjadi pembengkakan dana akibat pengadaan barang yang harganya selalu lebih tinggi dibanding harga di pasar.
\"Lima tahun saya menjadi anggota dewan dan ikut dalam badan anggaran bisa terlihat disitu. Pulpen yang harganya dipasaran Rp 1000 bisa harga yang dianggarkan beberapa kali lipat. Yang begini-begini ada nggak mendapat perhatian dari Gubernur?. Jadi maksud saya banyak solusi yang dapat dilakukan selain dari menghapus keberadaan para honorer,\" demikian kata Politisi muda Partai Demokrat ini."/>
Muhri tidak menyangkal, keberadaan para honorer tersebut akan menyedot anggaran yang cukup besar. Akan tetapi jika menyebut keberadaan mereka sampai membebani APBD maka hal tersebut kurang tepat.
\"Harusnya Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang dipacu untuk dapat meningkatkan pendapatan. Lah, kalau langkah yang diambil justru menghapus 4.800 honorer tentu hal ini menunjukkan bahwa beliau sebagai seorang pemimpin tidak mampu menstimulus OPD untuk meningkatkan potensi pendapatan daerah,\" ujarnya.
Hal yang perlu diingat kata Muhri, bahwa keberadaan para tenaga honorer tersebut sudah diatur dalam undang-undang. Dengan demikian, alasan pembengkakan anggaran dengan tumpang-tindihnya pekerjaan ASN dengan honorer merupakan hal yang juga tidak masuk akal.
\"Harusnya kalau Gubernur mau, ditanya juga itu calon kepala dinas apa yang akan mereka lakukan untuk membina ASN dan honorer di dinasnya. Jangan-jangan itu tidak ada ditanyakan kepada mereka,\" ungkapnya.
Kembali pada soal alasan membebani anggaran, Muhri menilai hal ini juga bisa dicari solusi dengan membedah setiap rencana pengadaan-pengadaan di lingkungan Pemprovsu. Menurutnya, selama ini kerap terjadi pembengkakan dana akibat pengadaan barang yang harganya selalu lebih tinggi dibanding harga di pasar.
\"Lima tahun saya menjadi anggota dewan dan ikut dalam badan anggaran bisa terlihat disitu. Pulpen yang harganya dipasaran Rp 1000 bisa harga yang dianggarkan beberapa kali lipat. Yang begini-begini ada nggak mendapat perhatian dari Gubernur?. Jadi maksud saya banyak solusi yang dapat dilakukan selain dari menghapus keberadaan para honorer,\" demikian kata Politisi muda Partai Demokrat ini."/>
Ketua Komisi A DPRD Sumatera Utara, Muhri Fauzi Hafiz mengatakan kebijakan untuk menghapus ribuan tenaga honorer dengan alasan membebani anggaran merupakan alasan yang tidak tepat. Menurutnya kebijakan ini akan memicu persoalan baru mengenai tingkat pengangguran di Sumatera Utara.
"Dan itu akan membuat buruk era kepemimpinan Edy Rahmayadi sebagai gubernur yang mengusung visi Sumut Bermartabat," katanya, Rabu (19/6/2019).
Muhri tidak menyangkal, keberadaan para honorer tersebut akan menyedot anggaran yang cukup besar. Akan tetapi jika menyebut keberadaan mereka sampai membebani APBD maka hal tersebut kurang tepat.
"Harusnya Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang dipacu untuk dapat meningkatkan pendapatan. Lah, kalau langkah yang diambil justru menghapus 4.800 honorer tentu hal ini menunjukkan bahwa beliau sebagai seorang pemimpin tidak mampu menstimulus OPD untuk meningkatkan potensi pendapatan daerah," ujarnya.
Hal yang perlu diingat kata Muhri, bahwa keberadaan para tenaga honorer tersebut sudah diatur dalam undang-undang. Dengan demikian, alasan pembengkakan anggaran dengan tumpang-tindihnya pekerjaan ASN dengan honorer merupakan hal yang juga tidak masuk akal.
"Harusnya kalau Gubernur mau, ditanya juga itu calon kepala dinas apa yang akan mereka lakukan untuk membina ASN dan honorer di dinasnya. Jangan-jangan itu tidak ada ditanyakan kepada mereka," ungkapnya.
Kembali pada soal alasan membebani anggaran, Muhri menilai hal ini juga bisa dicari solusi dengan membedah setiap rencana pengadaan-pengadaan di lingkungan Pemprovsu. Menurutnya, selama ini kerap terjadi pembengkakan dana akibat pengadaan barang yang harganya selalu lebih tinggi dibanding harga di pasar.
"Lima tahun saya menjadi anggota dewan dan ikut dalam badan anggaran bisa terlihat disitu. Pulpen yang harganya dipasaran Rp 1000 bisa harga yang dianggarkan beberapa kali lipat. Yang begini-begini ada nggak mendapat perhatian dari Gubernur?. Jadi maksud saya banyak solusi yang dapat dilakukan selain dari menghapus keberadaan para honorer," demikian kata Politisi muda Partai Demokrat ini.
Ketua Komisi A DPRD Sumatera Utara, Muhri Fauzi Hafiz mengatakan kebijakan untuk menghapus ribuan tenaga honorer dengan alasan membebani anggaran merupakan alasan yang tidak tepat. Menurutnya kebijakan ini akan memicu persoalan baru mengenai tingkat pengangguran di Sumatera Utara.
"Dan itu akan membuat buruk era kepemimpinan Edy Rahmayadi sebagai gubernur yang mengusung visi Sumut Bermartabat," katanya, Rabu (19/6/2019).
Muhri tidak menyangkal, keberadaan para honorer tersebut akan menyedot anggaran yang cukup besar. Akan tetapi jika menyebut keberadaan mereka sampai membebani APBD maka hal tersebut kurang tepat.
"Harusnya Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang dipacu untuk dapat meningkatkan pendapatan. Lah, kalau langkah yang diambil justru menghapus 4.800 honorer tentu hal ini menunjukkan bahwa beliau sebagai seorang pemimpin tidak mampu menstimulus OPD untuk meningkatkan potensi pendapatan daerah," ujarnya.
Hal yang perlu diingat kata Muhri, bahwa keberadaan para tenaga honorer tersebut sudah diatur dalam undang-undang. Dengan demikian, alasan pembengkakan anggaran dengan tumpang-tindihnya pekerjaan ASN dengan honorer merupakan hal yang juga tidak masuk akal.
"Harusnya kalau Gubernur mau, ditanya juga itu calon kepala dinas apa yang akan mereka lakukan untuk membina ASN dan honorer di dinasnya. Jangan-jangan itu tidak ada ditanyakan kepada mereka," ungkapnya.
Kembali pada soal alasan membebani anggaran, Muhri menilai hal ini juga bisa dicari solusi dengan membedah setiap rencana pengadaan-pengadaan di lingkungan Pemprovsu. Menurutnya, selama ini kerap terjadi pembengkakan dana akibat pengadaan barang yang harganya selalu lebih tinggi dibanding harga di pasar.
"Lima tahun saya menjadi anggota dewan dan ikut dalam badan anggaran bisa terlihat disitu. Pulpen yang harganya dipasaran Rp 1000 bisa harga yang dianggarkan beberapa kali lipat. Yang begini-begini ada nggak mendapat perhatian dari Gubernur?. Jadi maksud saya banyak solusi yang dapat dilakukan selain dari menghapus keberadaan para honorer," demikian kata Politisi muda Partai Demokrat ini.