Bahkan, sambung komisioner yang akrab disapa Anam ini, dalam realitanya amanat reformasi tersebut telah dilaksanakan. Pelaksanaanya itu dicerminkan dengan TNI aktif tidak lagi menduduki jabatan politik dan jabatan di institusi negara atau pemerintah yang tidak sesuai dengan pasal 47 UU TNI tersebut.
Upaya mengembalikan TNI aktif menduduki kursi jabatan sipil, kurang relevan dalam perkembangan sistem demokrasi yang telah berjalan. Bahkan, dapat dinilai setback dalam upaya negara melaksanakan reformasi. Di samping itu, langkah untuk melakukan revisi UU TNI guna memberikan ruang legal, juga kurang tepat dengan amanat reformasi TNI. \"Ini akan mengganggu upaya membangun TNI profersional dan memastikan sistem negara demokratis berdasar hukum dan HAM (Hak Asasi Manusia),\" ujarnya.
Menurut Anam, dalam konteks lain hal itu juga akan membuat masalah serius, terkait penegakan hukum. Hal ini terkait belum berubahnya peradilan militer. Susah dibayangkan seandainya TNI aktif tersebut dan ditempatkan pada jabatan sipil, melakukan tindak pidana pada jabatan sipilnya. Pasti akan terjadi tarik menarik juridiksi antara peradilan militer dan umum, bahkan penerapan koneksitaspun akan mengalami masalah.
Jalan keluar atas masalah perwira yang non job ataupun lebih besar, terkait reorganisasi dan restururasi TNI harus sesuai dengan amanat reformasi, guna membangun tentara profesional dan tunduk pada mekanisme negara hukum yang demokratis.[R]" itemprop="description"/>
Bahkan, sambung komisioner yang akrab disapa Anam ini, dalam realitanya amanat reformasi tersebut telah dilaksanakan. Pelaksanaanya itu dicerminkan dengan TNI aktif tidak lagi menduduki jabatan politik dan jabatan di institusi negara atau pemerintah yang tidak sesuai dengan pasal 47 UU TNI tersebut.
Upaya mengembalikan TNI aktif menduduki kursi jabatan sipil, kurang relevan dalam perkembangan sistem demokrasi yang telah berjalan. Bahkan, dapat dinilai setback dalam upaya negara melaksanakan reformasi. Di samping itu, langkah untuk melakukan revisi UU TNI guna memberikan ruang legal, juga kurang tepat dengan amanat reformasi TNI. \"Ini akan mengganggu upaya membangun TNI profersional dan memastikan sistem negara demokratis berdasar hukum dan HAM (Hak Asasi Manusia),\" ujarnya.
Menurut Anam, dalam konteks lain hal itu juga akan membuat masalah serius, terkait penegakan hukum. Hal ini terkait belum berubahnya peradilan militer. Susah dibayangkan seandainya TNI aktif tersebut dan ditempatkan pada jabatan sipil, melakukan tindak pidana pada jabatan sipilnya. Pasti akan terjadi tarik menarik juridiksi antara peradilan militer dan umum, bahkan penerapan koneksitaspun akan mengalami masalah.
Jalan keluar atas masalah perwira yang non job ataupun lebih besar, terkait reorganisasi dan restururasi TNI harus sesuai dengan amanat reformasi, guna membangun tentara profesional dan tunduk pada mekanisme negara hukum yang demokratis.[R]"/>
Bahkan, sambung komisioner yang akrab disapa Anam ini, dalam realitanya amanat reformasi tersebut telah dilaksanakan. Pelaksanaanya itu dicerminkan dengan TNI aktif tidak lagi menduduki jabatan politik dan jabatan di institusi negara atau pemerintah yang tidak sesuai dengan pasal 47 UU TNI tersebut.
Upaya mengembalikan TNI aktif menduduki kursi jabatan sipil, kurang relevan dalam perkembangan sistem demokrasi yang telah berjalan. Bahkan, dapat dinilai setback dalam upaya negara melaksanakan reformasi. Di samping itu, langkah untuk melakukan revisi UU TNI guna memberikan ruang legal, juga kurang tepat dengan amanat reformasi TNI. \"Ini akan mengganggu upaya membangun TNI profersional dan memastikan sistem negara demokratis berdasar hukum dan HAM (Hak Asasi Manusia),\" ujarnya.
Menurut Anam, dalam konteks lain hal itu juga akan membuat masalah serius, terkait penegakan hukum. Hal ini terkait belum berubahnya peradilan militer. Susah dibayangkan seandainya TNI aktif tersebut dan ditempatkan pada jabatan sipil, melakukan tindak pidana pada jabatan sipilnya. Pasti akan terjadi tarik menarik juridiksi antara peradilan militer dan umum, bahkan penerapan koneksitaspun akan mengalami masalah.
Jalan keluar atas masalah perwira yang non job ataupun lebih besar, terkait reorganisasi dan restururasi TNI harus sesuai dengan amanat reformasi, guna membangun tentara profesional dan tunduk pada mekanisme negara hukum yang demokratis.[R]"/>
Penempatan TNI aktif pada jabatan sipil berpotensi mengembalikan fungsi kekaryaan TNI, yang dulu berasal dari doktrin dwi fungsi. Padahal telah dihapus di awal reformasi dengan tujuan mengembalikan profesionalitas TNI, sebagai aparat pertahanan negara.
"Rencana penempatan TNI aktif dalam jabatan sipil tidak tepat dan tidak sesuai dengan ketentuan dalam pasal 47 UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI. Pasal tersebut memberikan batasan pada hal yang terkait pertahanan," kata salah satu Komisioner Komnas HAM M. Choirul Anam dalam pesan singkatnya.
Bahkan, sambung komisioner yang akrab disapa Anam ini, dalam realitanya amanat reformasi tersebut telah dilaksanakan. Pelaksanaanya itu dicerminkan dengan TNI aktif tidak lagi menduduki jabatan politik dan jabatan di institusi negara atau pemerintah yang tidak sesuai dengan pasal 47 UU TNI tersebut.
Upaya mengembalikan TNI aktif menduduki kursi jabatan sipil, kurang relevan dalam perkembangan sistem demokrasi yang telah berjalan. Bahkan, dapat dinilai setback dalam upaya negara melaksanakan reformasi. Di samping itu, langkah untuk melakukan revisi UU TNI guna memberikan ruang legal, juga kurang tepat dengan amanat reformasi TNI. "Ini akan mengganggu upaya membangun TNI profersional dan memastikan sistem negara demokratis berdasar hukum dan HAM (Hak Asasi Manusia)," ujarnya.
Menurut Anam, dalam konteks lain hal itu juga akan membuat masalah serius, terkait penegakan hukum. Hal ini terkait belum berubahnya peradilan militer. Susah dibayangkan seandainya TNI aktif tersebut dan ditempatkan pada jabatan sipil, melakukan tindak pidana pada jabatan sipilnya. Pasti akan terjadi tarik menarik juridiksi antara peradilan militer dan umum, bahkan penerapan koneksitaspun akan mengalami masalah.
Jalan keluar atas masalah perwira yang non job ataupun lebih besar, terkait reorganisasi dan restururasi TNI harus sesuai dengan amanat reformasi, guna membangun tentara profesional dan tunduk pada mekanisme negara hukum yang demokratis.[R]
Penempatan TNI aktif pada jabatan sipil berpotensi mengembalikan fungsi kekaryaan TNI, yang dulu berasal dari doktrin dwi fungsi. Padahal telah dihapus di awal reformasi dengan tujuan mengembalikan profesionalitas TNI, sebagai aparat pertahanan negara.
"Rencana penempatan TNI aktif dalam jabatan sipil tidak tepat dan tidak sesuai dengan ketentuan dalam pasal 47 UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI. Pasal tersebut memberikan batasan pada hal yang terkait pertahanan," kata salah satu Komisioner Komnas HAM M. Choirul Anam dalam pesan singkatnya.
Bahkan, sambung komisioner yang akrab disapa Anam ini, dalam realitanya amanat reformasi tersebut telah dilaksanakan. Pelaksanaanya itu dicerminkan dengan TNI aktif tidak lagi menduduki jabatan politik dan jabatan di institusi negara atau pemerintah yang tidak sesuai dengan pasal 47 UU TNI tersebut.
Upaya mengembalikan TNI aktif menduduki kursi jabatan sipil, kurang relevan dalam perkembangan sistem demokrasi yang telah berjalan. Bahkan, dapat dinilai setback dalam upaya negara melaksanakan reformasi. Di samping itu, langkah untuk melakukan revisi UU TNI guna memberikan ruang legal, juga kurang tepat dengan amanat reformasi TNI. "Ini akan mengganggu upaya membangun TNI profersional dan memastikan sistem negara demokratis berdasar hukum dan HAM (Hak Asasi Manusia)," ujarnya.
Menurut Anam, dalam konteks lain hal itu juga akan membuat masalah serius, terkait penegakan hukum. Hal ini terkait belum berubahnya peradilan militer. Susah dibayangkan seandainya TNI aktif tersebut dan ditempatkan pada jabatan sipil, melakukan tindak pidana pada jabatan sipilnya. Pasti akan terjadi tarik menarik juridiksi antara peradilan militer dan umum, bahkan penerapan koneksitaspun akan mengalami masalah.
Jalan keluar atas masalah perwira yang non job ataupun lebih besar, terkait reorganisasi dan restururasi TNI harus sesuai dengan amanat reformasi, guna membangun tentara profesional dan tunduk pada mekanisme negara hukum yang demokratis.